ANDA PUNYA SEBUAH KARYA TULIS? Kirim ke tawuran@ymail.com

Alkitab vs Al-Quran  

Jumat, 16 Januari 2009

Mengamati diskusi antar agama yang mulai merebak di sabdaspace akhir2 ini, sepertinya saya selalu sampai pada kesimpulan yang sama: tidak akan pernah nyambung. Salah satu penyebabnya adalah karena kedua pihak berpijak pada landasan yang berbeda. Seperti yang pernah dibilang hai hai, mustahil menyatukan rel kereta api.

Contohnya saja, diskusi tentang kebenaran Alkitab yang diangkat oleh erusi melalui blognya "Kemuskilan dalam silsilah Jesus", yang sampai blog ini ditulis masih menjadi blog paling ramai setelah "AKU TIDAK PERCAYA MUJIZAT"-nya hai hai. Di situ nampak jelas perbedaan pandangan mengenai Alkitab menjadi sumber kesalahpahaman yang paling besar, dan sialnya, paling tidak disadari.

Bagi orang Islam, Al-Quran adalah Kitab Suci yang benar2 nuzul atau turun dari Surga kepada Nabi Muhammad secara harafiah. Mereka meyakini bahwa Al-Quran yang sekarang ada di bumi adalah salinan persis, huruf demi huruf, dari kitab asli yang ada di Surga sejak kekal sampai kekal. Dalam pengertian ini, Al-Quran adalah Kitab yang benar-benar suci. Bahasa Arab yang digunakan untuk menulis Al-Quran juga menjadi bahasa suci. Usaha, bahkan niat, untuk mempertanyakan, apalagi meragukan Al-Quran dianggap sama dengan menghujat Allah sendiri. Karena itu tidak heran jika film2 atau buku2 yang mengutip ayat Al-Quran secara serampangan seperti "Fitna"-nya Geert Wilders atau "Ayat-ayat Setan"-nya Salman Rushdie dikecam habis2an oleh orang Islam, hingga muncul fatwa mati bagi para penulisnya.

Konsep Kitab Suci seperti ini pula yang diterapkan orang2 Islam pada Alkitab orang Kristen (yang mereka sebut Bible, karena kata Alkitab sendiri dalam bahasa Arab hanya berarti Sang Buku atau The Book). Mereka menganggap bahwa jika Alkitab hendak menjadi Kitab Suci, maka Alkitab harus memenuhi kriteria2 spt yang dimiliki Al-Quran. Itu sebabnya, erusi begitu kekeh jumekeh berusaha meyakinkan semua orang bahwa Alkitab tidak layak menjadi sumber kebenaran.

Sementara bagi orang Kristen, jika dibandingkan dengan pandangan Islam, Alkitab "hanyalah" tulisan manusia. Alkitab adalah kesaksian manusia2 yang mendapat pengilhaman Roh Kudus untuk menuliskan apa yang dilihat dan dialaminya. Berbeda dengan yang sering disangka orang Islam, Alkitab, atau Injil, tidak "diturunkan" kepada Yesus atau Isa, bahkan tidak juga ditulis oleh Yesus. Seumur hidup-Nya, Yesus tidak pernah menulis satu kitab pun. Alkitab ditulis oleh sekitar 35 orang dan dalam jangka waktu 16 abad, namun berbicara tentang tema yang sama, yaitu tentang Allah yang bekerja di dalam dan melalui sejarah untuk menyelamatkan umat-Nya, dan mencapai puncaknya dalam diri Yesus.

Alkitab bukan buku dari Surga, bahkan secara ekstrim bisa dikatakan bahwa kelak di Surga, Alkitab tidak lagi diperlukan. Karena itulah, orang Kristen seolah2 tidak peduli kalau Alkitabnya diserang. Bagi orang Kristen, "kesucian" Alkitab tidak terletak pada bentuk fisik atau kata2nya secara harafiah, melainkan pada pesan yang terkandung di dalamnya.

Perbedaan2 konsep seperti itulah yang sering kurang disadari oleh kedua belah pihak, sehingga masing-masing merasa jengkel. Ditambah lagi ada orang2 yang semakin menambah runyam masalahnya. Misalnya, di pihak Kristen ada yang mencoba memandang Alkitab seperti orang Islam memandang Al-Quran, dan berusaha membuktikan hal-hal yang diminta. Tentu saja tidak klop. Entah apakah ada yang demikian di pihak Islam, saya tidak tahu, karena saya bukan orang Islam.

Sekali lagi memperhatikan orang-orang yang terlibat dalam diskusi dan debat, saya melihat ada beberapa tataran dalam berwacana.

Yang pertama adalah orang2 yang berbicara di tataran emosi. Mereka cepat tersinggung dengan kalimat-kalimat yang berbau provokasi. Kata2 atau kalimat2 tertentu membuat mereka dengan cepat memaki-maki, bahkan mengancam dengan kekerasan. Hal ini tentu saja tidak membuat masalahnya selesai, tapi justru membuat imej tentang agamanya menjadi lebih buruk lagi. Kemudian lawan diskusinya akan mengatakan, "Tuh kan? Agama kalian memang mengajarkan kekerasan, jadi bener kan?" Dan kadang-kadang memang kata2 atau kalimat2 tersebut dilontarkan dengan sengaja, untuk memancing emosi dan reaksi yang memang sudah diharapkan. Padahal agama tidak sama dengan pemeluknya, bukan?

Di tataran yang lebih tinggi, ada yang mencoba berbicara dengan logika. Mereka ini jelas lebih dewasa, tidak mudah terprovokasi dengan kata2 ejekan atau hinaan, tapi mencoba meyakinkan lawan diskusinya menggunakan logika. Tapi ternyata sering mentok juga, karena di balik, atau lebih tepatnya di bawah logika itu ada konsep2 yang mendasari, seperti yang salah satu contohnya sudah saya uraikan di atas. Selama perbedaan konsep itu belum disadari, maka berbicara dengan logika tidak banyak manfaatnya, karena selalu saja akan ada alasan2 untuk tidak mempercayai yang diuraikan lawan bicara.

Akhirnya, ada yang berbicara di level konsep. Mereka mencoba menjembatani perbedaan konsep tersebut. Atau setidaknya, mereka mencoba memahami bahwa konsepnya memang berbeda, sehingga paling tidak mereka bisa sepakat untuk tidak sepakat. Sialnya, orang2 seperti ini, yang mencoba memahami dan bersikap terbuka, biasanya malah kurang disukai di agama masing2. Mereka dianggap terlalu liberal, terlalu toleran, malah salah2 bisa dituduh sinkretis atau sesat.

Nah, Anda sendiri termasuk yang mana? Silakan menilai diri sendiri, dan lanjutkan diskusinya :)

AddThis Social Bookmark Button
Email this post

1 komentar: to “ Alkitab vs Al-Quran

  • Anonim
    5 Februari 2013 pukul 18.56  

    intinya mari kita liat mana yg isi nya lengkap. alkitab berisi janji tuhan, berkat tuhan n itu benar terjadi d masa sekarg, jg isi hukum tuhan, ketegasan tuhan, sejarah, dll... nubuatan apalagi.... n banyak nubuatan alkitab terjadi...

Design by Amanda @ Blogger Buster